Dirjen Vokasi: Saatnya Ubah “Mindset” Petani Pekerja Jadi Petani Entrepreneur
KOMPAS.com – Mindset atau pola pikir keliru yang masih menganggap petani hanyalah seorang pekerja disebut menjadi salah satu alasan sedikitnya jumlah petani muda Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wikan Sakarinto dalam webinar yang digelar Himpunan Mahasiswa Vokasi Pertanian (Himavoperta) Sekolah Vokasi IPB University beberapa waktu lalu.
“Salah satu hal yang menyebabkan tidak adanya regenerasi petani di Indonesia adalah mindset yang salah, yaitu menganggap petani hanyalah seorang pekerja,” papar Wikan seperti dilansir dari laman IPB.
Wikan menilai, mengubah mindset petani pekerja menjadi petani entrepreneur perlu dilakukan.
Ubah mindset petani pekerja menjadi petani entrepreneur. Selama ini ada yang salah dalam pola pikir masyarakat Indonesia terhadap petani. Bahkan petani di Indonesia pun masih berpikir bahwa mereka itu hanyalah seorang pekerja,” sambungnya.
Padahal, kata dia, peran petani sangatlah besar apalagi jika para petani Indonesia mau mengubah dirinya menjadi petani entrepreneur yang memiliki daya saing yang kuat, menyediakan produk berkualitas sesuai dengan tuntutan konsumen dan pasar.
Sementara itu, pertanian Indonesia masih butuh pengembangan dan regenerasi anak muda. Jangan sampai peran penting petani berhenti karena tidak adanya regenerasi dari para pemuda.
Jiwa entrepreneur dan upaya tingkatkan kesejahteraan
Wikan menegaskan, membangun jiwa entrepreneur bagi petani penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
“Petani yang berjiwa entrepreneur adalah seorang pemimpin yang kreatif yang selalu mencari kesempatan untuk memajukan dan meluaskan usahanya. Petani entrepreneur juga seharusnya menyukai risiko namun tetap terukur dan bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian,” paparnya.
Selama ini, petani masih ditempatkan pada posisi sebatas komunitas pelaku usaha di sektor on farm, namun pentingnya jiwa entrepreneur bagi petani sebagai pelaku usaha di sektor sektor on-farm masih belum begitu diperhitungkan.
“Pemberdayaan ekonomi petani perlu, terlebih dahulu dilakukan dengan mengubah paradigma dan cara pandang pembangunan pertanian,” saran dia.
Di kesempatan yang sama, petani millennial Fatoni Saputra berpendapat, penyebab pertanian Indonesia tertinggal dari negara-negara lain karena beberapa faktor seperti sumber daya manusia, pola pikir yang keliru dari kaum terdidik, dan sejumlah faktor lainnya.
“Untuk menghadapi kondisi seperti saat ini, hal yang mendasar untuk mulai bangkit dari ketertinggalan adalah dengan memerhatikan sumber daya manusianya serta mengubah pola pikir dari para kaum terdidik,” paparnya.
Sementara itu, penyuluh Badan Litbang Pertanian R Dani Medinovianto mengatakan, hal yang harus diubah demi kemajuan pertanian Indonesia adalah pola pikir, yakni pola pikir yang diiringi dengan aksi atau usaha dalam menjadi seorang petani enterpreneur dan juga berkompeten.
“Setelah itu barulah petani bisa mulai berkompetisi sekaligus untuk menempa jiwa-jiwa entrepreneur dan juga melatih hardskills dan juga softkills. Seorang petani harus mampu beradaptasi dalam penggunaan teknologi dan inovasi serta dapat memiliki minat dan motivasi tinggi menjadi petani yang memiliki peran besar sebagai petani milenial dan petani entrepreneur,” ujarnya.