BAP DPD RI Minta Selesaikan Sengketa Tanah Melibatkan Masyarakat dan Pemerintah
Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI memanggil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI untuk melanjutkan pembahasan sengketa tanah yang melibatkan masyarakat dengan pemerintah.
Rapat dengar pendapat BAP DPD RI dengan DJKN Kemenkeu untuk memperoleh informasi dan data komprehensif serta solusi konkret, terkait permasalahan yang dihadapi oleh pengadu.
Pertemuan ini juga mendorong sinergi yang kuat antara DPD RI dengan DJKN Kemenkeu dalam upaya penyelesaian berbagai isu terkait konflik agraria. Khususnya berkaitan tanah adat dan tanah berstatus aset milik negara.
“Perlu evaluasi terhadap pemantauan aset-aset tanah negara yang dicatat di Kemenkeu karena terjadi banyak masalah di daerah. Melalui mediasi-mediasi yang kami lakukan, BAP akan mengeluarkan rekomendasi dalam penyelesaian konflik,” ujar Ketua BAP DPD RI Ajiep Padindang saat memimpin rapat didampingi Wakil Ketua BAP Bambang Sutrisno dan Mirati Dewaningsih, di Gedung DPD RI Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Pada kesempatan ini, Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara Kemenkeu Encep Sudarwan menjelaskan bahwa Barang Milik Negara (BMN) dapat diperoleh dari beberapa sumber. Ada yang bersumber dari APBN atau perolehan lain yang sah melalui hibah, putusan pengadilan,dan rampasan negara.
“Untuk penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan adalah urusan Kemenkeu. Namun jika terkait pelepasan tanah, harus seizin DPR. Secara prinsip dikaji dan diajukan ke DPR. Dalam pengelolaannya, semua BMN dicatat, diaudit, dimonitor dan dievaluasi secara kontiniu,” papar Encep.
Dia melanjutkan, aset yang dimiliki oleh BUMN bisa dilepaskan atau tidak merupakan kewenangan Kementerian BUMN, Jika itu rumah negara, otoritas ada pada Kementerian PUPR, dan jika di KAI ataupun instansi lainnya seperti lahan milik TNI atau PTPN menjadi kebijakan mereka untuk melepasnya sesuai evaluasi dan peruntukan..
“Kementerian dan Lembaga lebih dahulu melakukan analisis dan mengajukan kepada Kemenkeu. Prinsip dilepas boleh dan bisa, tapi menjadi kewenangan instansi pengguna. Karena itu menjadi kebijakan internal. Tapi, tidak menutup kemungkinan kami akan menerima laporan dan menindaklanjutinya,” jelas Encep..
Wakil Ketua BAP DPD RI Bambang Sutrisno mengatakan bahwa persoalan tanah ini terjadi di mana-mana. Dia mengambil contoh kasus tanah masyarakat dengan KAI di Kota Solo bisa selesai. Seharusnya di daerah lain juga harus bisa diselesaikan.
“Perlu political will yang kuat dari pusat untuk menyelesaikan masalah ini dan bukan pilih-pilih. Harus adil dan merata,” jelas Senator asal Jawa Tengah ini.
Sementara itu Wakil Ketua BAP Mirati Dewaningsih mengusulkan penyelesaian konflik pertanahan terkait tanah masyarakat dengan pemerintah, melalui penerbitan Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) yang pernah diusulkan Kementerian ATR/BPN.
“Saya mau tahu bagaimanakah prosedur pengajuan HPL ini oleh masyarakat. Jika ini bisa diterbitkan, maka akan menjadi aslah satu solusi. Jangan sampai prosesnya membebani masyarakat,” tuturnya.
Hingga saat ini, BAP telah menerima berbagai aduan dari masyarakat terkait kasus sengketa lahan atau tanah adat. Di antaranya Pemerintah Negeri Halong dengan Pangkalan Utama TNI-AL IX di Maluku, Provinsi Ambon, Pengaduan masyarakat dari Komite Perjuangan Lingkar Bandara terkait permohonan penyelesaian sengketa tanah dengan pihak TNI AU di Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, Pengaduan Aliansi Masyarakat Papua-Papua Barat terkait tuntutan ganti rugi tanah adat Marga Malibela seluas 42 hektare yang telah dipergunakan oleh Batalyon Infanteri TNI-AD di Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Perkumpulan Warga Kavling Pangkalan Jati (PWKPJ) terkait alih kepemilikan kavling TNI-AL Kelurahan Pangkalan Jati, Kecamatan Cinere, Depok dan Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.
Selain itu, BAP DPD RI juga menerima aduan dari Aliansi Penghuni Rumah dan Tanah Negara Indonesia (APRTNI) perwakilan wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur, Perwakilan pensiunan PNS PJKA dari wilayah Surabaya, Madiun, Yogyakarta, Semarang, Cirebon dan Bandung tentang Permohonan Hak Atas Rumah/Tanah Negara PHRTN Pensiunan PNS Kementerian Perhubungan/BUMN PT. KAI.
Selain itu, aduan Masyarakat Adat di Desa Pantai Raja Kabupaten Kampar, Provinsi Riau terkait konflik pertanahan dengan Pihak PTPN V, dan Masyarakat Adat Tanah Negeri Hatu, Provinsi Maluku terkait Sengketa Hak Ulayat dengan pihak Negeri Laha, AURI dan PT Angkasa Pura I.(rel)