Sosok Handianto Tjokrosaputro, Bos Batik Keris yang Tutup Usia
Solo – Kabar duka terdengar dari kalangan pengusaha tekstil dan batik, Minggu (2/12/2018) lalu. Pemilik perusahaan tekstil bersejarah di Solo, PT Batik Keris, Handianto Tjokrosaputro tutup usia karena sakit.
Sosok generasi kedua di Batik Keris itu memang sangat dikenal di dunia perbatikan. Batik Keris merupakan salah satu perusahaan yang mampu bertahan hingga puluhan tahun dan dikenal luas secara nasional.
Batik Keris awalnya hanya sebuah perusahaan batik tradisional berskala rumahan pada 1920. Kemudian pada 1946, Batik Keris dikelola dengan skala lebih besar di Cemani, Grogol, Sukoharjo oleh ayah Handianto, Kasoem Tjokrosaputro.
Semakin berkembang, perusahaan tekstil berskala nasional itu berubah bentuk menjadi perseroan terbatas (PT) pada 1970. Hingga kini, PT Batik Keris telah memperkerjakan ribuan karyawan
Batik Keris mengikuti perkembangan zaman dengan menggunakan mesin-mesin tekstil dalam memproduksi kain bermotif batik. Meski demikian, Batik Keris tetap mempertahankan produksi batik tradisional, baik cap maupun tulis.
Seorang pengusaha batik tradisional asal Solo, Gunawan Setiawan, menilai Handianto selama hidupnya telah turut melestarikan motif batik yang merupakan warisan nenek moyang.
Menurut pebatik asal Kauman, Solo ini, hanya sedikit perusahaan batik yang mampu bertahan di era ’70-an, seperti Batik Keris dan Danar Hadi. Saat itu, batik harus bersaing dengan masuknya produk tekstil yang lebih modern.
“Beliau ini mampu bertahan dengan sistem modern. Padahal tahun ’70-an itu banyak perusahaan batik yang gulung tikar,” ujar dia.
“Sekarang batik bisa dikenal ke banyak daerah ya salah satunya karena Batik Keris ini, tokonya ada di mana-mana,” kata Gunawan.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surakarta, Gareng S Haryanto, juga memandang Batik Keris sebagai objek pariwisata. Sebab wisatawan juga bisa berkunjung dan belajar membatik di pabrik tersebut.
Dari sisi bisnis, Gareng menyebut Batik Keris dan grupnya merupakan salah satu perusahaan raksasa. Handianto mampu mengembangkan dan melebarkan sayap ke bidang lainnya.
“Kan ada batik Dan Liris, ada juga bisnis kuliner dan propertinya. Produknya tidak hanya nasional, tapi sudah ekspor. Karyawannya bisa sampai 6 ribuan itu,” ujarnya.
Di luar bisnis, Handianto ternyata juga aktif di kegiatan gereja. Menurut adik iparnya, Sumartono Hadinoto, Handianto sangat peka terhadap kehidupan sosial di sekitarnya.
Martono yang aktif dalam berbagai organisasi sosial, mengatakan seringkali menyalurkan dana bantuan dari Handianto untuk keperluan masyarakat.
“Dua pekan lalu saat dijenguk jemaat gereja, beliau sempat titip pesan agar gereja tetap membantu orang tua dan anak-anak yang membutuhkan. Dia menyampaikan tidak mungkin uang gereja itu habis. Memang peka sekali beliau,” ujar dia.
Handianto tutup usia pada Minggu (2/12/2018) pukul 06.20 WIB karena sakit yang sudah dia derita sejak lama. Sempat sembuh setahun lalu, dia kembali mengalami sakit sejak tiga bulan yang lalu.
Sejak saat itu, Handianto dirawat di Singapura hingga akhir hayatnya. Dia meninggal pada usia 57 tahun dan meninggalkan dua orang anak, Elvina Tjokrosaputro dan Adriel Tjokrosaputro.
sumber : news.detik.com