Masyarakat Kudus diperbolehkan adakan tradisi Syawalan
Kudus (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten Kudus memperbolehkan masyarakat setempat menggelar tradisi Syawalan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan jumlah peserta dibatasi agar tidak menimbulkan kerumunan karena riskan terjadi penularan COVID-19.
“Silakan menggelar tradisi Syawalan, tetapi panitianya harus membentuk satuan tugas (satgas) untuk memastikan pesertanya benar-benar mematuhi prokes,” kata Bupati Kudus Hartopo di Kudus, Kamis.
Selain itu, kata dia, kegiatan kirab atau pawai harus ditiadakan karena dikhawatirkan menimbulkan kerumunan yang lebih besar.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Mutrikah menambahkan pada tahun ini Pemkab Kudus memang tidak memiliki program tradisi Syawalan, sehingga tidak menyediakan anggaran untuk pelaksanaan tradisi tersebut.
Sebelumnya, kata dia, ada program untuk tradisi Kupatan dan Bulusan, sedangkan tahun ini tidak ada. Meskipun demikian, masyarakat yang hendak menyelenggarakan tradisi Syawalan secara mandiri dipersilakan.
Hal terpenting, kata dia, ada batasan peserta dan memastikan semua yang hadir mematuhi prokes.
Ia juga mengingatkan panitia berkoordinasi dengan Satgas COVID-19 tingkat kecamatan sehingga ketika ada pelanggaran bisa ditindak.
Tradisi Syawalan yang diperkirakan tetap digelar, yakni tradisi Bulusan di Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo dan tradisi Sendang Jodo di Desa Purworejo, Kecamatan Bae, sedangkan tradisi Syawalan diperkirakan tidak digelar maupun tradisi Syawalan lain, seperti Praon (perahu) baik di Desa Tanjungrejo maupun Desa Kesambi.
Keberadaan tradisi Syawalan, kata dia, memang mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat sehingga perlu didukung, mengingat banyak gerai pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang disediakan.