Ini Cara SBM ITB Cetak Entrepreneur Baru Berbasis Teknologi

Ini Cara SBM ITB Cetak Entrepreneur Baru Berbasis Teknologi

Ini Cara SBM ITB Cetak Entrepreneur Baru Berbasis Teknologi

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Direktur Kampus Jakarta SBM ITB Yudo Anggoro menyebut kampus seharusnya mampu menciptakan para entrepreneur baru.

Menurutnya, kampus harus mengambil peran untuk mencetak entrepreneur dengan metode-metode kurikulum yang kreatif.

Apalagi ada program Kampus Merdeka

Direktur Kampus Jakarta SBM ITB Yudo Anggoro saat menjadi narasumber di Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) melalui zoom, Selasa (16/11/2021).

yang memberikan keleluasaan bagi mahasiswa untuk menjadi wirausahawan.

“Hal itu dilakukan untuk meningkatkan jumlah target entrepreneurs yang saat ini masih sangat sedikit di Indonesia,” terangnya saat menjadi narasumber di program Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), melalui zoom, Selasa (16/11/2021).

Ia melanjutkan, struktur ekonomi Indonesia didominasi oleh Usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang berarti ketika UMKM kolaps berarti ekonomi Indonesia alami hal serupa.

Maka sektor UMKM harus terus didorong untuk berkembang.

“UKM memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional. Perlu ada upaya untuk mencetak entrepreneurs, kampus diharapkan dapat mengambil peran tersebut. Sebab, saat ini jumlah lulusan yang menjadi entrepreneurs masih sangat sedikit,” ungkapnya.

Melihat kondisi itu, sebenarnya ITB telah membentuk program sarjana kewirausahaan sejak tahun 2008-2009, tujuannya untuk menciptakan para entrepreneurs.

Tak hanya itu, para mahasiswa juga diberi para mentor atau coach.

Setiap tahun ITB menerima sekira 100 mahasiswa di jurusan tersebut untuk program S1.

Tujuan dari kurikulum yang khusus tersebut agar para mahasiswa dapat membuat usaha.

Di sisi lain, meski kurikulum sudah didesain sedimikian rupa tapi hasilnya belum terlalu tinggi.

“Memang untuk menjadi seorang entrepreneurs dibutuhkan disiplin, komitmen, fokus, mendedikasikan ilmunya, dan energinya untuk menciptakan bisnis lantaran godaan di tengah jalan pasti banyak seperti tergoda bekerja di perusahaan. Hal itu yang masih jadi tantangan kami,” paparnya.

Ia menekankan, entrepreneur yang harus didorong di Indonesia bukan entrepreneur yang biasa-biasa saja.

Entrepreneur yang ada harus berbasis teknologi lantaran teknologi bisa meningkatkan pendapatan secara signifikan.

“Tak hanya bertahap-tahap tetapi juga secara signifikan,” ucapnya.

Maka dari itu, ITB memiliki program Kampus Merdeka Technopreneurship Track SBM ITB.

“Kenapa harus ada warna teknologinya sebab ITB adalah sekolah teknologi maka harus ada teknologinya.

Misal mahasiswa bikin usaha kue maka harus ada teknologinya, misal dari tools, sistem distribusi, packing, jadi kami kembangkan kewirausahaan yang berbasis teknologi,” ujarnya.

Selain itu, ITB juga memiliki inkubator bisnis yang mampu menampung 40 startup ide mahasiswa pertahunnya. Puluhan startup dikompetisikan selama satu tahun.

Selama satu tahun tersebut para mahasiwa diberikan pelatihan, dikenalkan dengan pemilik modal, dan investor.

“Program tersebut nanti diharapkan mahasiswa mendapatkan funding untuk mengembangkan startup-nya,” terangnya.

Di antaranya mahasiswa ITB yang mampu membuat startup bernama Jawara Bersih Nusantara atau dikenal sebagai merek Jamban adalah perusahaan startup yang bergerak di bidang sanitasi, terutama toilet umum.

Jamban menyediakan layanan dalam bentuk akses mudah ke sanitasi, terutama toilet umum yang bersih dan sehat.

Menurut Yudo meski dari namanya tak terlalu menjual ternyata disambut bagus oleh pemerintah dan masyarakat karena satu di antara targetnya adalah meningkatkan jumlah wisawatan melalui layanan toilet bersih.

Ide tersebut disambut oleh Kementrian Pariwisata dan ekonomi kreatif (Kemenparekraf) dan startup tersebut mendapatkan funding.

Share