Pembelajaran Tatap Muka, antara Penantian dan Harapan
KOMPAS.com – Mendikbud Nadiem Makarim menargetkan proses vaksin lima juta guru dan tenaga kependidikan bisa selesai di akhir Juni 2021. Apabila hal itu tercapai, maka proses belajar tatap muka di sekolah bisa terlaksana di Juli 2021.
Berita ini tentu menjadi informasi yang membahagiakan bagi siswa, guru, dan orangtua. Karena meski proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) sudah berjalan cukup lama, PJJ seperti kehilangan daya tarik bagi siswa.
Sudah banyak guru yang mencoba lebih kreatif dalam menerapkan PJJ melalui berbagai aplikasi daring, tapi daya tarik siswa tetap belum begitu terlihat ada perkembangan signifikan.
Ada beberapa alasan mengapa PJJ menjadi harapan dan juga penantian baik bagi siswa, guru dan juga orangtua.
Minat siswa menurun
Kenapa partisipasi pembelajaran siswa menurun?
Ada banyak faktor yang menyebabkan daya tarik siswa menurun ketika melakukan PJJ. Ada disebabkan kesulitan membeli smartphone, wilayah tidak terjangkau internet, pembelajaran PJJ kurang menarik, hingga waktu siswa yang tersita karena harus membantu orangtua.
Banyak juga siswa yang lebih senang mengikuti kegiatan lain daripada mengikuti pembelajaran yang disampaikan guru seperti: gowes, main game, atau sekadar bermain dengan teman.
Kurangnya peran orangtua
Peran serta orangtua mendampingi anak belajar sebenarnya sangat dibutuhkan. Namun karena pekerjaan, pendapatan yang pas-pasan, dan kemampuan akademik yang terbatas, pendampingan terhadap anak di rumah jadi kurang maksimal.
Beberapa orangtua siswa ada yang terbebani dengan penugasan guru yang harus melibatkan mereka. Anggaran biaya pendidikan untuk membeli smartphone dan kuota yang membengkak di saat pandemi juga menambah beban orangtua siswa.
Sulit membangun interaksi guru-siswa
Sebagian guru kesulitan mengeksplorasi aplikasi pendukung PJJ secara maksimal, sehingga interaksi guru dengan siswa kurang maksimal. Mayoritas hanya mengumpulkan tugas pembelajaran tanpa tindak lanjut dengan refleksi.
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang mereka rancang untuk penuntasan belajar tidak bermakna karena kurangnya interaksi guru dan siswa secara intensif.
Bahkan kadang ada guru yang harus terjun keliling ke rumah siswa hanya untuk mengambil tugas. Hal ini akan membuat penilaian kepada siswa menjadi tidak valid. Kalau penilain sudah tidak valid, maka kompetensi yang ditargetkan kepada siswa sulit tercapai.
Kerinduan terhadap sekolah tatap muka
Kegiatan PJJ akan lebih maksimal jika infrastruktur pendukung seperti jaringan internet sudah merata, guru lebih kreatif mengelola kegiatan PJJ, hingga peran aktif orangtua dalam mendukung anaknya belajar dari rumah.
Semoga kurangnya interaksi dan refleksi antara guru, siswa dan orangtua dapat diminimalisir dengan pembelajaran tatap muka.
Semoga di bulan Juli 2021, semua guru, siswa, dan orangtua bisa tersenyum bahagia ketika menikmati kembali pembelajaran tatap muka. Sungguh penantian yang berharap pada kenyataan.