Dukung Wisata Jamu di Sukoharjo, Industri Didorong Manfaatkan Pasar Digital
Solopos.com, SUKOHARJO--Pengembangan industri jamu didorong merambah online guna menyokong pencanangan Kabupaten Sukoharjo sebagai desa wisata jamu. Pencanangan Sukoharjo sebagai destinasi wisata jamu menjadi titik tolak dalam memperkuat identitas jamu sebagai produk unggulan.
Kampung Jamu di Nguter berdiri pada 1965. Kala itu, ada beberapa pengrajin jamu yang membikin racikan obat tradisional untuk mengobati penyakit. Mereka memanfaatkan berbagai tanaman herbal seperti jahe, kunyit, dan kunir sebagai bahan utama jamu. Lambat laun, jumlah pengrajin jamu bertambah dan diandalkan warga setempat sebagai mata pencaharian.
Ketua Koperasi Jamu Indonesia (Kojai) Sukoharjo, Suwarsi Moertedjo, mengatakan beragam produk jamu bisa dipasarkan di marketplace atau online di era modern. Pelaku usaha jamu harus inovatif dan memanfaatkan pesatnya teknologi informasi.
“Memang sudah banyak pengrajin jamu yang memanfaatkan teknologi informasi namun belum semua. Padahal, saat ini, transaksi jual-beli berbagai lini usaha dan bisnis dilakukan secara online,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (25/5/2021).
Wisata Jamu
Menurut Moertedjo, para pengrajin jamu mampu menjaga eksistensi jamu tradisional selama puluhan tahun terakhir. Demi membentengi keberadaan jamu tradisional, Sukoharjo dicanangkan sebagai destinasi wisata jamu di Indonesia. Hal ini upaya pemerintah mengapresiasi kerja keras dan semangat para pengrajin jamu di wilayah Nguter.
Pengurus Kojai tengah menggodok paket wisata edukasi di kampung jamu. Jalur wisata edukasi disiapkan mulai dari Stasiun Nguter menuju sentra industri jamu. “Para pelancong bisa naik kereta api dari Solo kemudian turun di Stasiun Nguter. Mereka bisa berjalan kaki menuju Pasar Jamu dan Kampung Jamu untuk melihat produksi dan pengemasan produk jamu,” ujar dia.
Selama ini, lanjut dia, sebagian pengrajin jamu memilih merantau ke luar Sukoharjo untuk berjualan jamu. Mereka menyebar ke sejumlah daerah di Tanah Air mulai dari Aceh hingga Papua. Sebagian pengrajin jamu lainnya menetap di wilayah Nguter hingga sekarang.
Berdasarkan data Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Sukoharjo, jumlah usaha kecil menengah (UKM) jamu di Sukoharjo sebanyak 2.513 orang. Sementara, jumlah koperasi jamu sebanyak 425 koperasi. “Saya berharap industri jamu terus berkambang pada masa pandemi Covid-19,” papar dia.
Seorang warga Desa/Kecamatan Grogol, Edi Suprapto, mengatakan pemerintah harus memfasilitasi pengembangan industri jamu di Nguter. Kegiatan pelatihan digitalisasi pemasaran terus digenacarkan agar para pengrajin tak ketinggalan sehingga produknya bisa menembus luar negeri.
Apalagi, tingkat permintaan empon-empon diperkirakan tak berubah lantaran kurva pandemi di Tanah Air belum berakhir. Sebagian masyarakat meyakini mengonsumsi minuman herbal yang terbuat dari tanaman obat mampu menjaga imunitas tubuh kendati pemerintah telah menggulirkan program vaksinasi pada tahun ini.
“Pemerintah harus bersinergi dengan pengrajin jamu untuk melestarikan kearifan lokal warisan nenek moyang. Generasi muda juga harus dilibatkan agar mereka ikut menjaga eksistensi jamu,” kata dia.
-https://www.solopos.com/dukung-wisata-jamu-di-sukoharjo-industri-didorong-manfaatkan-pasar-digital-1127665