800 Remaja di Wonogiri Jadi Fasilitator Telunjuk Sakti
Solopos.com, WONOGIRI — Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri merekrut 800 siswa SMA dan yang sederajat menjadi fasilitator pengoperasian aplikasi administrasi kependudukan Telunjuk Sakti.
Mereka dilatih mengoperasikan aplikasi untuk mengurus berbagai administrasi kependudukan. Setelah selesai menjalani pelatihan mereka diminta menyosialisasikan dan membantu warga yang ingin mengurus administrasu kependudukan secara mandiri.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri, Sungkono, ketika diwawancarai Espos, Rabu (2/6/2021), mengatakan program tersebut diberi nama Fasilitator Milenial Administrasi Kependudukan atau Famili Adminduk.
Program itu merupakan inovasi pendukung implementasi aplikasi Telunjuk Sakti. Famili Adminduk akan fokus pada pengurusan administrasi kependudukan secara mandiri. Pada tahap awal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri akan merekrut 800 siswa yang berasal dari delapan sekolahan di wilayah pinggir atau pelosok.
”Kami merekrut siswa di wilayah pelosok karena warga di wilayah tersebutlah yang kurang terbiasa menggunakan teknologi. Warga di sana biasanya memilih cara konvensional daripada menggunakan aplikasi,” kata Sungkono saat dihubungi Espos.
Para Famili Adminduk merupakan sukarelawan yang bermitra dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri. Setelah bersedia menjadi fasilitator, siswa dilatih cara mengurus berbagai administrasi kependudukan secara mandiri melalui aplikasi Telunjuk Sakti.
Setelah menguasai, mereka diberi tugas menyosialisasikan penggunaan aplikasi tersebut kepada orang-orang terdekat di lingkungan tempat tinggal. Mereka juga diminta aktif membantu warga yang ingin mengakses layanan administrasi kependudukan dalam jaringan atau daring.
Setelah proses selesai warga bisa mencetak surat yang diurus menggunakan printer atau mesin pencetak sendiri, di tempat jasa pengetikan, di kantor pemerintah desa, atau di lokasi lain. Dokumen kependudukan bisa dicetak menggunakan kertas HVS ukuran kuarto 80 gram.
Para remaja itu menjadi operator pengurusan administrasi kependudukan secara mandiri melalui aplikasi Telunjuk Sakti. Warga yang ingin mengurus administrasi kependudukan secara mandiri lewat aplikasi bisa meminta tolong kepada fasilitator milenial yang ada di lingkungan mereka.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri juga akan menggandeng para anggota Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga atau PKK dan Gerakan Pramuka. Hal itu untuk memperluas cakupan pengguna aplikasi Telunjuk Sakti.
Sungkono menjelaskan aplikasi Telunjuk Sakti dapat diakses di banyak loket, yakni loket semua kantor pemerintah desa/kelurahan, kantor kecamatan, 10 fasilitas pelayanan kesehatan, 200 bidan desa, dan loket perorangan/mandiri.
Warga Kabupaten Wonogiri dapat mengurus administrasi kependudukan secara mandiri melalui aplikasi itu dari mana pun. Aplikasi berbasis Android tersebut dapat diunduh di Play Store. Warga juga dapat mengakses melalui laman resmi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri, yakni telunjuksakti.disdukcapil.wonogirikab.go.id.
Ada 23 layanan dalam aplikasi Telunjuk Sakti, seperti membuat kartu keluarga baru, membuat kartu keluarga karena ada penambahan/pengurangan anggota keluarga baru, karena hilang, atau karena perubahan data. Aplikasi ini juga melayani warga yang ingin mengurus surat keterangan pindah datang, akta kelahiran, akta kematian, akta perceraian, kartu identitas anak, dan sebagainya.
Masyarakat Warga
Tajuk Harian Solopos edisi Jumat (4/6/2021) menilai inisiatif Pemerintah Kabupaten Wonogiri melibatkan 800 remaja pelajar SMA dan yang sederajat menjadi fasilitator aplikasi administrasi kependudukan dalam jaringan berjenama Telunjuk Sakti adalah inisiatif menarik.
Telunjuk Sakti adalah inovasi pelayanan administrasi kependudukan yang teknisnya hanya dengan cara menekan layar pada mesin antrean atau tombol Android dengan telunjuk/jari. Masyarakat dapat memperoleh layanan dokumen kependudukan dengan cepat dan nyaman dari Sistem Administrasi Kependudukan Berbasis Teknologi Informasi yang disingkat Sakti di Kabupaten Wonogiri.
Para remaja itu berkewajiban membantu warga di kawasan pinggiran atau pelosok yang kesulitan mengakses layanan yang berbasis teknologi digital itu. Mereka dibekali pemahaman tentang aspek-aspek layanan tersebut dan setelah paham kemudian bertugas menjadi fasilitator bagi warga yang kesulitan saat hendak mengakses layanan administrasi kependudukan itu.
Inisiatif melibatkan para remaja dalam urusan administrasi kependudukan ini strategis untuk menguatkan kesadaraan membangun masyarakat warga. Sejauh ini mapan pandangan yang menempatkan masyarakat warga atau masyarakat sipil sebagai kekuatan yang lahir untuk mengimbangi dan mengontrol kekuasaan negara.
Kecenderungan negara yang despotik dan sewenang-wenang dipahami sebagai syarat ontologis bagi munculnya masyarakat warga. Problem utama masyarakat warga dengan demikian adalah negara yang otoriter, antidemokrasi, atau antikebebasan. Dalam konteks Telunjuk Sakti di Kabupaten Wonogiri tentu saja penguatan masyarakat warga bukan dalam hal demikian.
Penguatan masyarakat warga yang dimaksud adalah dalam konteks menguatkan partisipasi masyarakat, partisipasi warga, dalam penyelenggaraan layanan publik. Partisipasi demikian akan membangun sistem kontrol yang kuat mengakar di masyarakat sehingga negara—Pemerintah Kabupaten Wonogiri—mendapat tuntutan kuat untuk meningkatkan kualitas layanan publik tersebut.
Agus Sudibyo dalam Masyarakat Warga dan Problem Peradaban (Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 14, Nomor 1, Juli 2010) menjelaskan fenomena masyarakat warga dapat dilacak dari karya klasik Aristoteles berjudul Politics. Aristoteles membahas koinonia politike sebagai konsep awal masyarakat warga.
Koinonia politike diterjemahkan sebagai politica communicatio, communitas politica, civilis communitas, societas civilis hingga akhirnya menjadi civil society. Koinonia politike merujuk pada pengertian tentang pemerintahan negara republik, komunitas hidup bersama, tatanan sosial, komunitas beradab, tata hidup beradab, atau nilai-nilai keadaban.
Dalam konteks Aristotelian, masyarakat warga adalah ”kondisi tatanan sosial” sebagai kebalikan dari ”kondisi hukum rimba”, keberadaban versus barbarisme. Keberadaban dimungkinkan oleh kapasitas manusia untuk berpikir secara moral hingga menghasilkan produk hukum, undang-undang, dan konstitusi.
Dalam ranah pelayanan publik yang berbeda, Pemerintah Kabupaten Wonogiri bekerja sama dengan para mahasiswa dalam pendaftaran unit-unit usaha mikro dan ultramikro di kabupaten ini agar memenuhi aspek legal dan perizinan usaha.
Dua contoh pelibatan generasi muda dalam urusan pelayanan publik ini sangat relevan dengan kebutuhan membangun masyarakat warga yang kuat sebagaimana makna masyarakat warga dalam konteks Aristotelian. Kesadaran berkewargaan adalah bagian penting dari membangun masyarakat sipil yang berdaya dan berdaulat.
Pelibatan para remaja dan kaum muda dalam urusan administrasi kependudukan dan pemerintahan sekaligus untuk mewujudkan transparansi dan akuntabulitas pelayanan publik yang juga bagian dari aspek membangun masyarakat warga. Para remaja dan pemuda itu akan menjadi basis data penting yang vital untuk mengevaluasi layanan publik yang diselenggarakan.
Evaluasi ini penting demi perbaikan pelayanan yang mencakup perbaikan kualitas maupun kuantitas. Keterlibatan mereka akan memudahkan identifikasi aneka masalah yang muncul dalam pelayanan publik itu sehingga mudah pula perbaikannya. Dampaknya jelas: masyarakat warga yang kuat dan berdaya.
-https://www.solopos.com/800-remaja-di-wonogiri-jadi-fasilitator-telunjuk-sakti-1129661?utm_source=terkini_desktop